Kamis, 16 April 2009

OBLIGASI SYARI'AH

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR OBLIGASI
SYARI'AH
Pengertian Obligasi Syari'ah

Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh perusahaan kepa investor dengan janji membayar bunga secara priodik selama priode tertentu serta membayar nominalnya padasaat jatuh tempo. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk suku bungan tertentu, yang besarnya sangat bervariasi dan sangat bergantung pada bisnis penerbitnya.

Pemegang obligasi mempunyai hak mendapatkan bunga yang tetap sesuai dengan kesepakatan, hak pengambilan nilai atau harga obligasi pada saat habis masanya, dan hak untuk mengedarkan dan menjualnya kepada orang lain.

Pada umumnya, bunga yang ditawarkan perusahaan melalui penerbitan obligasi berada diantara bunga deposito dan bunga pinjaman. Besarnya persentase pembayaran yang diberikan secara priodik atas pembyaran persentase tertentu didasarkan pada nilai nominalnya atau pembayaran kupon. Kuponmerupakan penghasilan bunga obligasi yang didasarkan pada nilai nominal yang dilakukan berdasarkan perjanjian. Biasanya setiap tahun atau setiap semester atau triwulan.

Penerbitan obligasi melibatkan perjanjian antara dua pihak, yaitu pihak penerbit (issuer) dengan pihak pembeli pinjaman (investor/bondholder). dalam kontrak perjanjian tersebut biasanya berisi beberaa hal, diantaranya:
  1. Besarnya tinglat kupon dan priode pembayarannya.
  2. jangka waktu jatuh tempo.
  3. Besarnya Nominal.
  4. Jenis Obligasi.
Dalam fatwa Dewan syari'ah Nasional (DSN) No. 32/DSN-MUI/IX/2002," obligasi syari'ah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syari'ahyang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari'ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari'ah berupa hasil/margin/fee, serta membayar kebali dana obligasi pada saat jatuh tempo ".

Menurut Pontjowinoto, obligasi syari'ah adalah saatu kontak perjanjian tertulis yang bersifat jangka panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh kewajiban yang timbul akibat pembiyaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat dan ketentuan tertentu serta membayar sejumlah manfaat secara priodik menurut akad.

KONSEP DASAR OBLIGASI SYARI'AH.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa obligasi adalah surat utang dimana pemegangnya berhak atas bunga tetap. Prinsip syari'ah tidak mengenal adanya utang, tetapi mengenal adanya kewajibanyang timbul akibat adanya transaksi atas aset/modal (maal maupun jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan.

Bunga dalam islam sama dengan riba yang di haramkan baik dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi, maupun Ijma' Ulama. tentang hak ini al-Jashash berpendapat :" Sudah maklum bahwa sanya riba jahiliyah adalah apabila pembayar utang ditangguhkan, maka akhir penagihan tangguhan tersebut disertai dengan tambahan, dengan syarat tambahan tersebut merupakan ganti dari waktu tangguhan tersebut, maka allah SWt membatalkannya.

Perbedaan paling dasar antara obligasi syari'ah dengan obligasi konvensional adalah terletak pada penentuan bunga yang besarnya sudah ditentukan di awal transaksi jual- beli. Sedangkan pada obligasi syari'ah saat perjanjian jual- beli belum dilakukan besarnya bunga. Yang ditentuka adalah berapa roporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan dimasa akan datang.

Rekonstruksi terhadap obligasi dilakukan agar sesuai dengan prinsip- prinsip syari'ah, diantaranya:
  1. Penghapusan bunga yang tetap dan engalihannya ke investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk pada kaidah al-gunm bi al-gurm. yaitu keuntungan/ penghasilan itu berimbang dengan kerugian yang ditanggungnya.
  2. Penghapusab syart jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunganya sehingga menjadi seperti saham biasa.
  3. Pengalihan obligasi kesaham biasa.
Menurut Muhammad al-Amin, instrumen obligasi syari'ah dapat diterbitkan dengan prinsip mudharobah, musyarokah, ijaroh, istisna', salam, dan murobahah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syari'ah tergantung pada prinsip yang mana yang digunakan emiten.

Dalam konsep obligasi syari'ah mudharobah, emiten menerbitkan surat berharga jangka panjang untuk ditawarkan kepada para investor dan berkewajiban membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok utang obligasi pada saat waktu jatuh tempo kepada pemegang obligasi tersebut.
Dalam hal ini pihak emiten berpungsi sebagai mudhorib, sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shohibul Maal. Sementara emiten yang menrbitkan obligasi syari'ah harus memenuhi persyaratan sepertim persyaratn emiten yang masuk dalam kriteria Jakarta Islamic Index (JII).

Dalam hal pembiayaan, obligasi syari'ah digunakan untuk menfasilitasi trnsaksi perdagangan, termasuk pembelian fasilitas produksi.

Obligasi syari'ah juga lebih kompetitif dibandigkan dengan obligasi konvensional, hal ini disebabkan oleh:
  1. Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional.
  2. Obligasi syari'ah aman karena digunakan mendanai proyek- proyek yang prospektif.
  3. Bila terjadi kerugian (di luar kontrol) Investor tetap memperoleh aktiva.
  4. Terobosan paradigma, bukan lagi surat utang tapi surat investasi.


SEJARAH TIMBULNYA INDIVIDUALISME DAN KAPITALISME

INDIVIDUALISME- KAPITALISME


Sejarah manusia mengenal Revolusi Perancis (1789- 1793) yang dipandang sebagai puncak kegeisahan dari rakyat yang tertindas dan dirampas hak miliknya. dengan dendam yang sangat dalam dan kemarahan yang sangat luar biasa, mereka menghancurkan Universalisme yang mengikat batang leher merekaselama ini. Namun, akibatnya buruk. Bukan saja mereka memusuhi kaum agama dan feodal, tetapi juga menjatuhkan nama suci tuhan yang selalu dipergunakan sebagai kedk kedua golongan diatas.

Revolusi Perancis diikuti oleh segala lapangan pengetahuan, misalnya Revolusi Industri di Inggris sehingga manusia menjadi hamba sahaya di kebun- kebun dan membangun perusahaan secar besar- besaran.

Sunnah Allah berlaku "Dan demikian hari- hari, Kami peredarkan di antara manusia". kaum agama dan kaum feodal turun dari tahata dan singgasananya, sedangkan rakyat yang sedang gelap mata memotong musuh- musuhnya. Bukan hak milik Tuhan, tetapi masing- masing dari kita merdeka dan bebas mempunyai hak miliknya sendiri. Droit de I' humme muncul menggantikan droit devine.

Memang berkembangnya ekonomi sudah dipersiapkan juga beberapa puluh tahun sebelum pecahnya Revolusi Perancis tersebut. Misalnya faham physiocratisme (abad ke- 17) yang mengatakan bahwa pertanian adalah dasar dari produksi Negara maka seluruh perhatian diperbesar untuk memperbesar hasil pertanian. Kemudian lahir pula faham Mercantilisme ( abad ke 16- ke- 18) yang mengatakan bahwa perdagangan lebih penting dari pertanian. Oleh sebab itu, pemerintah harus membulatkan perhatiannya mencari perdagangan dengan negara- negara lain.

Selama masa tersebut, usaha- usaha ekonomi masih disangkutkan oleh pimpinannya kepada Negara. Rakyat masih merasa tidak senang cara yang demikian. Mereka ingin setiap orang mempunyai usaha dan memiliki hak milik, serta bebas pula mengatur uasaha dan miliknya.

pada pertengahan abad ke-18, lahirlah faham baru yang disebut Liberalisme dari Adam Smith (1723- 1790) di inggris. Dalam faham ini bukanlah soal pertanian atau perdagangan yang harus dipentingkan, melainkan di titik beratkan pekerjaan ekonomi yang diletakkan kepada pekerjaan dan kepentingan diri. Jika seseorang dibebaskan untuk berusaha, ia harus dibebaskan juga dalam mengatur kepentingan untuk dirinya. Oleh sebab itu, ajaran "mereka berbuat dan mereka bertindak" menjadi perdoman dalam persaingan mereka.

Terbebasnya faham manusia dari faham Universalisme untuk memasuki kebebasan yang sepuas- puasnya ini, bukan berarti ekonomi dunia selamat dari mara bahaya yang mengancamnya. dari suatu perengkat yang sTangat sempit, sekarang mereka terperosok kedalam perangkap yang lebih berbahaya lagi. Mereka memasuki kancah Individualisme yang mencanangkan perekonomian dalam penumpukan harta yang ditimbulkan oleh persaingan hebat tersebut.

Jika faham Universalisme dapat dikatakan meruntuhkan perekonomian, maka faham Individualisme mengacaukan perekonomian. Terhadap faham yang kedua ini, disebutkan oleh Allah didalam bagian yang kedua dari ayat diatas: "Orang- orang yang menumpuk- numpuk kekayaan emas dan perek serta tidak mengorbankannya (dijalan yang diridhoi) Allah, maka beritakanlah kepada mereka siksaan yang pedih"

Dari kaum hamba sahaya di zaman pertengahan, lahirlah orang- orang kota (poorter) yang pertama, dan dan dari orang- orang kota tersebutlah tumbuh benih- benih pertama dari kaum borjuis. kaum borjuis ini akhirnya menimbulkan sistem kapitalistis. Pada mulanya mereka disambut dengan gembira, karena mereka dapat memenuhi hajat hidup manusia, dan memperhubungkan satu benua dengan benua lainnya. Akan tetapi kemudian kegembiraan itu bertukar menjadi air mata darah yang sangat memilukan setelah nafsu kapitalisme memengaruhi jiwa mereka.

Memang tepat gambaran Karl Marx dalam Comunist Manifesto, "Borjuis telah menunjukkan kemungkinan dilakukannya kekuasaan secara ganas dalam abad pertengahan, yang sangat dipuji oleh kaum reaksioner. Ini sesuai dengan kemalasan yang tidak terhingga, yaitu pertama- tama memeperlihatkan apa yang dapat ditimbulkan oleh perbuatan manusia. ia telah mendatangan kejahatan yang jauh melebihi piramid- piramid mesir, saluran- saluran air Roma, dan katedral- katedral (gereja- gereja) Gothic. Ia telah melakukan ekspedisi yang menyuramkan segala perpindahan bangsa- bangsa dan perang salib pada zaman dahulu.

Kaum Kapitalis memegang monopoli atas ketiga rencana ekonomi. Merekalah yang menguasai segala sumber produksi. Mereka juga yang menguasai segala pekerjaan distribusi, bahkan ditangan mereka terdapat hak untuk menentukan dan membatasi pembagian konsumsi. di dalam prosesnya, nafsu serakah kapitalisme telah mewujudkan :
  1. Revolusi dalam prindustrian.
  2. Penumpukan kapital.
  3. Pemuasan kapital (organisasi- organisasi).
  4. Munculnya kaum ploletar.
Mereka mengadakan kartel, trust, dan concern. Denga kartel mereka mencapai persatuan dalam perjuangan barang ( persatuan harga, prize kartel, persatuan daerah penjualan: raion kartel, dan persatuan penghasilan: production kartel). Dengan trust, mereka mereka mempersatukan pengeluaran jeis barang. Dengan concern, mereka mendirikan organisasi- organisasi raksasa untuk menguasai jalannya seluruh perekonomian ( persatuan modal, persatuan organisasi, dan persatuan keuntungan).

Oleh sebab itu, kapitalisme bukan saja membunuh rakyat banyak, menyengsarakan kaum fuqoro wal masakin serta peloretar, tetapi juga, dengan tidak ada ampun, telah membunuh dirirnya sendiri. dengan cara yang sangat menyedihkan, semua korban kapitalisme menghadapi kesengsaraan sehingga menimbulkan dendam yang membakar jiwa mereka.

Sabtu, 11 April 2009

BINTANG EKONOMI ISLAM

EKONOMI ISLAM SEBAGAI MODEL ALTERNATIF
PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Fenomena perekonomian dunia telah berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan teknonologi informasi yanng berkembang pesat. Banyak nilai- nilai baru yang di bentuk namun sulit untuk menetukan mana yang benar mana yang salah, sehingga terkadang membaawa kebaikan namun adakalnya menyesatkan. Globalisasi ekonomi yang diwarnai dengan bebasnya arus barang mdal dan jasa, serta perdagangan antara Negara, telah mengubah suasana kehidupan menjadi individualistis dan persaingan yang amat kuat.

Dalam tataran perekonomian dunia, telah terjadi pula kesenjangan ekonomi yang dialami oleh Negara miskin dan Negara kaya, serat munculnya jurang kesenjangan anatara masyarakat miskin dan masyarakat kaya yang semakin besar. Bangs Indonesia saat ini b erada dalm kerisis ekonomi yang ditandai dengan beban utang luar negeri yang besar, samapai dengan akhir tahun2001 utang liar Negeri mencapai 138 milliyar dollar AS yang terdiri dari utang pemerintah 74,56 milyar dollar (53,9%) dan 63,44 milyar dollar (46,1%) adalah utang swasta. Sistem kapitalis membuat bangsa Indonesia terseret dalam putaran keuangan kapitalis yang dahsyat, ibarat badai tornado yang memporakpogandakan semua benda dan bangunan yang dilaluinya. sudah cukup lama umat islam Indonesia, deemikian pula umat islam lainnya menginnginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai dan prinsip syari'ah (Islamic Economic Sytem) untuk dapat diterapkan dalam segenap asepek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran untuk menerapakan Islam secara utuh dan total seperti yang ditegaskan Allah SWT.

Sangat disayangkan dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa islam tidak berurusan dengan dengan bank, pasar uang, dan dengan pasar modal. Oleh karena banyak kalangan yang melihat islam dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya, sebagai foktor penghambat pembangunan. penganut faham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai- nilai normatif dan rambu- rambu Ilahi (Syafi'i Antonio, 2001).

Ketidak seimbangan ekonomi global, dan krisis ekonomi yang melanda khususnya Indonesia adalah suatu bukti bahwa asumsi diatas salah total bahkan ada sesuatu yang tidak beres dengan sistem yang kita anut selama ini. Adanya kenyataan sejumlah bank ditutup, di Take-over, dan sebagian besar lainnya harus derekapitulasi dengan biaya ratusan triliun rupiah dari uag negara yaitu sekitar 635 triliun rupiah, maka rasanya amatlah berdosa kita bila tetap berdiam dan berpangku tangan tidak melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Sekarang saatnya kita menunjukkan bahwa muamalah Syari'ah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing) dalam profit dan risk dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. Sekaligus pula membuktikan bahwa dengan sistem perbankan syari'ah, kita dapat menghilangkan wabah penyakit negative spread (Keuntungan minus) dari dunia perbankan.

BAB II. SISTEM PERBANKAN SYARI'AH

2.1 Perkembangan Bank Syari'ah

Sejak awal kelahiran bank syari'ah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam Modren : neorevevalis dan modernis, tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini, tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segala aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur'an dan Sunah. Upaya awal penerapan sitem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan di Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya untuk mengelola dana jama'ah haji secara non- konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rutal Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.

Berdirinya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah telah memotivasi banyak negara islam untuk mendirikan lembaga keuangan syari'ah. Pada awal priode 1980-an bank- bank syari,ah bermunculan di Mesir, Sudan, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar lembaga tersebut dapat dibagi dua kategori: Lembaga Islam Komersial dan Lembaga Investasi dalam betul International Holding Companies. Perkembangan bank Syari'ah di pelopori oleh Pakistan, pada tahun 1979 sistem bunga di hapuskan dari operasional dari tiga institusi: National Invesment, House Building Finance Co, dan Mutual Funds of The Invesment Comporation Of Pakistan. Pada tahun 1985 seluruh sistem perbankan Pakistan di konversi kepada sistem yang baru, yaitu sistem perbankan Syari'ah. Sedangkan di Mesir Bank syari'ah pertama kali didirikan adalah Faisal Islamic Bank pada tahun 1978, kemudian di ikuti Islamic International Bank for Invesment and Develovment Bank ini beroperasi sebagai bank investasi, bank perdagangan, maupun bank komersial. sementara di Malaysia, Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) yang didirikan pada tahun 1983 merupkan bank Syari'ah pertama di Asia Tenggara.

Di Indonesia Bank Syari'ah didirikan pertama kali tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada awal berdirinya Bank Syari'ah belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Kemudian setelah UU NO.7/1992 di ganti dengan UU No.10 tahun 1998 yang mengatur dengan rinci landasan hukum dan jenis- jenis usaha yang di operasikan dan diimplementasikan oleh Bank Syari'ah. Maka bank syari'ah menunjukkan perkembangannya. UU ini pula memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang Syari'ah atau mengkonversi diri menjadi Bank Syari'ah.

2.2 Perbedaan Bank Syari'ah dengan Bank Konvensional.

Disamping adanya beberapa persamaan antara Bank konvensional dengan bank syari'ah, tedapat pula perbedaan yang cukup mendasar antara lain: aspek legal, dan usaha yang dibiayai. Dalam aspek legal di bank syari'ah, akad akad yang dilakukan konsekuensi duniawi dan ukhrowi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. sedangkan aspek bisnis dan uasaha yang dibiayai, dalam bank syari'ah tidan dimungkinkan membiayai usaha yang didalamnya terkandung hal- hal yang diharamkan. Hal yang harus dipastikan:

Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
Apakah proyek menimbulkan kemudhoratan untuk masyarakat?
Apakah proyek berkaiatan dengan asusila?
Apakah proyek berkaiatan dengan perjudian?

Secara umum perbandingan antara bank syari'ah dengan bank konvensional, serta perbedaan antara bunga dengan bagi hasil disajikan dibawah ini:

Perbandingan antara bank syari'ah dengan bank konvensional.
Bank Syari'ah Vs Bank konvensional
1. Investasi yang halal Vs Investasi halal dan haram.
2. Prinsip bagi hasil, jual- beli, atau sewa Vs Memakai perangkat bunga.
3. Profit dan falah oriented Vs Profit oriented.
4. Hubungan Kemitraan Vs Hubungan debitur kreditur.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syari'ah Vs Tidak terdapat dewan sejenis.

Perbedaan antara Bunga Dan Bagi hasil.
Bunga Vs Bagi hasil.

1. Penentuan bunga bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung Vs Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat saat akad dengan pedoman pada kemungkinan untung & rugi.
2. besarnya persentase untung berdasarkan modal yang dipinjamkan Vs Besarnya rasio Bagi hasil berrdasarkan jumlah untung yang diperoleh.
3. Pembayaran bunga tetap tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan lainnya Vs Bagi hasil bergantung pada keuntungan atau kerugian proyek yang dijalankan.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walupun jumlah keuntungan berlipat Vs Jumlahpembahgian laba meningkat dengan peningkatan jumlah pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan Vs Tidak ada yang meragukan bagi hasil.

2.3 Bunga dan Riba.

Ada beberapa pendapat dalm menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalh pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah. Namun yang dimaksud riba yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syari'ah, dan yang dimaksud dengan transaksi pengganti yaitu Transaksi bisnis atau komersial yang melegetimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli gadai, sewa, atau bagi hasil.

Teori bunga dapat digolongkan kedalam dua kelompok yaitu: (i) teori bunga murni, (ii) teori bunga moneter. Teori bunga murni terdiri dari : teori bunga klasik, teori bunga tahan nafsu, teori bunga produktivitas, dan teri bunga Austria. sedangkan teori bungamoneter terdiri dari : teori bunga yang dapat di pinjamkan, dan teori bunga Keynes. Menurut Smith, bunga merupakan kompensasi yang dibayarkan oleh debitur kepada kreditur sebagai balas jasa keuntungan yang di peroleh dari uang pinjaman tersebut. Ekonom ini percaya bahwa akumulasi kapital uang sebagai akibat dari penghematan, dimana penghematan ini tidak dapat dilaksanakan tanpa menharapakan balas jasa atas pengorbanannya. Karena itulah bunga sebagai balas jasa atau perang sang tabungan.

Sedangkan pendekatan Keynes terhadap teori bunga sering dikenal sebagai pendekatan persediaan (stock), Keynes berpendapat bahwa bukan tingkat bunga, tapi tingkat pendepatan yang menjamin untuk menyamakan tingkan tabungan dengan investasi. Dengan kata lain bunga merupakan balas jasa untuk tidak membelanjakan uang atau tidak menyimpan uang dalam bentuk uang kas.

2.4. Riba dalam Persepektif Agama da Ekonomi.

Kita akan menganalisi bunga dengan beberapa implikasinya. Banyak pendapat mengenai bunga, pertama alasan menahan diri (abstinence) yang menegaskan ketika kreditor menahan diri, ia menangguhkan keinginannya memanfaatkan uangnya sendiri semata- mata untuk memenuhi keinginan orang lain . Namun dalam kenyataannya kreditor hanya akan meminjamkan uang uang yang tidak ia gunakan sendiri atau uang yang berlebih dari yang ia perlukan dengan demikian sebenarnya ia tidak menhan diri atas apapun.

Ada anggapan bahwa bunga sebagai imbalan sewa yang didasarkan dari rumusan yang menempatkan posisi rent, wage, dan intrest. Rumus inimenunjukkan bahwa padanan rent (sewa) adalah aset tetap dan aset bergerak, sedangkan interest (bunga) padanannya uang. hal ini tentu tidak tepat karena uang bukan aset tetap, karena itu menunutut sewa uang tidak beralasan. Modal sering juga dipandang mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah, dengan demikian kreditor layak untuk mendapatkan imbalan bunga. Dalam kenyataannya modal menjadi produktif bila digunakan untuk bisnis yang mendatangkan keuntungan, sedang bila digunakan untuk konsumsi sama sekali tidak produktif.

Anggapan lain bunga sebagai agio atau selisih nilai yang diperoleh dari barang- barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau penukaran barang diwaktu yang akan datang. Benarkah demikian? Mengapa banyak oranng tidak membelanjakan seluruh pendapatannya sekaragtetapi meyimpannya untuk keperluan yang akan datang? Secara prisip islam mengakui adanya nilai dan berharganya waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudka dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap, hal hal ini karena hasil nyata dari optimalisasi waktu itu adalah variabel.

Inflasi difahami sebagai meningkatnya harga secara keseluruhan, dengan demikian terjadi penurunan daya beli uang atau decreasing power of money. Karena itu menurut penganut mazhab ini pengambil bunga uang sangatlah logis sebagai konpensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan. Argumentasi ini sangat tepat bila didalam perekonomian yang terjadi hanya inflasi saja tanpa deflasi atau stabil.

2.5. Prinsip Dasar Perbankan Syari'ah.

2.5.A. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al- Wadi'ah)


Al-Wadi'ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik idividu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. pada dasarnya penerima simpanan adalah yad al-Amanah ( tangan amanah) artinya tidak bertanggung jawab atas kehilanagn atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal itu bukan karena kelalaian penerima dalam memelihara barang titipan. Akan tetapi dalam aktivitas perekonomian modren penerima simpanan tidan mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu.